Kamis, 27 Desember 2012

Konsep Suku Bangsa

Posted by Unknown | 21.26 Categories:


 Konsep Suku Bangsa
Suku Bangsa didefenisikan sebagai sebuah golongan sosial yang askriptif dan menjadi identitas yang paling mendasar dan umum, serta terbentuk berdasarkan latar belakang tempat kelahiran seseorang maupun latar belakang keluarganya, serta digunakan sebagai acuan identitas sukubangsa atau kesukubangsaan. Sebuah identitas pada dasarnya merupakan pengenalan atau pengakuan terhadap sesorang sebagai bagian dari sesuatu golongan yang dilakukan berdasarkan atas serangkaian ciri-cirinya yang merupakan satu satuan yang bulat dan menyeluruh. Everett Hughes menyatakan bahwa suku bangsa bukan merupakan satu unit sosial yang dapat ditentukan berdasarkan tingkat pengukuran tertentu atau perbedaan-perbedaan yang dapat diamati secara nyata, sebaliknya keberadaan suatu suku bangsa lebih ditentukan karena mereka yang berada dalam lingkaran satu suku bangsa (the ins) dan mereka yang di luar lingkaran sukubangsa tersebut (the outs), berbicara, merasa dan bertindak sebagai dua kelompok yang terpisah satu dengan yang lain. Eksistensi sukubangsa tidak semata-mata sebuah refleksi dari adanya perbedaan kebudayaan, tapi sebagai konsekuensi berkembangnya relasi antara the ins dan the outs.

Suku bangsa adalah suatu golongan manusia yang terikat oleh kesadaran dan identitas akan kesatuan kebudayaan. Kesadaran dan identitas tersebut diperkuat akan kesatuan bahasa yang digunakan, serta dengan kesatuan kebudayaan yang timbul karena suatu ciri khas dari suku bangsa itu sendiri bukan karena pengaruh dari luar. Kebudayaan yang hidup dalam suatu masyarakat berwujud sebagai komunitas desa, kota, kelompok kekerabatan, atau kelompok adat lainnya yang memunculkan ciri khas dari masyarakat tersebut.

Dalam kenyataannya konsep suku bangsa sangatlah kompleks, karena dalam kenyataan batas dari kesatuan manusia yang merasakan diri terikat akan keseragaman kebudayaan tersebut dapat meluas maupun menyempit tergantung situasi dan kondisi pada saat itu. Menurut para ahli antropologi selain meneliti besar-kecilnya jumlah penduduk dalam kesatuan masyarakat suku bangsa, mereka juga membedakan kesatuan masyarakat suku-suku bangsa di dunia berdasarkan atas kriteria mata pencaharian dan sistem ekonomi, yaitu
·                   Masyarakat pemburu dan peramu (hunting and gathering societies),yang pada masa kini sudah jarang ditemui. Mereka biasanya tinggal di daerah-daerah yang terisolasi di daerah-daerah pinggiran atau terpencil.
·                   Masyarakat peternak (pastoral societies), kini biasanya mereka tinggal di daerah yang masih ada stepa atau sabana atau daerah rumputan. Kehidupan suku-suku bangsa peternak sangatlah mobilisasi, karena mereka selalu berpindah-pindah tergantung musim-musim yang sedang berlangsung dengan membuat perkemahan dan biasanya mereka bersifat sangat agresif.
·                   Masyarakat peladang (societies of shifting cultivators), dalam kehidupannya mereka membuka hutan untuk dijadikan lading dan bila sudah memanen dua sampai tiga kali, mereka meninggalkan ladang tersebut kemudian membuka lading lagi di hutan lainnya. Keadaan ini berlangsung sampai ke ladang yang pertama kali mereka buka yaitu sekitar 12 sampai 13 tahun lamanya dan biasanya mereka sudah menetap.
·                   Masyarakat nelayan (fishing communities), mereka hidup di sepanjang pantai, hal ini dilakukan agar memudahkan mereka bila akan melaut untuk mencari ikan di laut. Kebudayaan nelayan biasanya mereka mengetahui teknologi pembuatah perahu, cara-cara navigasi di laut, memiliki oraganisasi sosial yang dapat menampung sistem pembagian kerja dan lain-lainnya.
·                   Masyarakat petani pedesaan (peasant communities), merupakan komunitas paling besar di dunia dan kebudayaan yang berkembang biasanya berorientasi terhadap kebudayaan dari otoritas yang lebih tinggi yaitu perkotaan administratif.
·                   Masyarakat perkotaan kompleks (complex urban societies), di dalamnya akan terjadi gejala hubungan interaksi antar suku-suku bangsa yang ada di kota besar. Dan biasanya akan menimbulkan masalah dengan adanya hubungan antar suku-suku bangsa tersebut. 

Sumber:

Koentjaraningrat, Pengantar Antropologi 1, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2005.

0 komentar:

Posting Komentar

  • RSS
  • Delicious
  • Digg
  • Facebook
  • Twitter
  • Linkedin
  • Youtube